INDONESIA, JUARA DI HATI

     Indonesia kembali lagi menjadi runner up di pegelaran AFF Suzuki Cup 2016 setelah di leg kedua dikalahkan Thailand dengan skor 2-0 di Rajmangal Stadium. Hasil tersebut membuat Indonesia kalah agregat 3-2 setelah sebelumnya mengalahkan Thailand 2-1 di Stadiun Pakansari, Bogor. Final ini menjadi final kelima bagi Indonesia dan juga kelima kalinya menjadi runner up. Di final terakhir, di AFF Suzuki Cup 2010 juga menjadi runner up setelah dikalahkan tetangga sebelah, Malaysia. Jika Indonesia menjadi runner up untuk kelima kalinya, maka Thailand meraih gelar kelima mereka. Membuktikan superioritas Thailand atas seluruh negara di Asia Tenggara dan membuktikan level mereka berada di atas Asia Tenggara.
     Pencapaian Indonesia di final kali ini benar-benar seperti mimpi di siang bolong. Persiapan timnas Indonesia sangat terbatas setalah lepas dari sanksi FIFA. Saat terlepas dari sanksi, hambatan mulai datang, salah satunya keterbatasan pemilihan pemain. Coach Alfred Riedl hanya diberi kuota dua pemain dari tiap klub. Ini menjadi dilema yang sangat besar bari Riedl. Dia tidak bisa memilih pemain terbaiknya diantara beribu pemain bertalenta yang ada di Indonesia. Belum lagi keterbatasan waktu persiapan untuk menghadapi AFF Suzuki Cup, membuat harus dilakukan penyesuaian cepat terhadap taktik yang diinginkan pelatih terhadap pemain-pemain. Benar-benar kebiasaan Indonesia.
    Dan memasuki ajang pegelaran, terlihat sudah efek keterbatasan dimana laga pertama dikalahkan Thailand 2-4. Namun, entah apa yang merasuki pemain, asa mulai ditampilkan. Laga kedua melawan Filipina berakhir dengan skor 2-2 setelah sempat dua kali memimpin. Dan pada laga menentukan, laga ketiga, Indonesia menunjukkan asa yang benar-benar di luar nalar. Menghadapi raksasa Asia Tenggara lainnya, Singapura, Indonesia menang dengan skor 2-1 dan berhak lolos ke fase semifinal. 
     Pada fase semifinal, lawan yang dihadapi adalah Vietnam. Mungkin setelah mengetahui lawan yang dihadapi, para pendukung timnas sudah membuat suatu pemikiran "setidaknya sudah mencapai semifinal", "setidaknya kita sudah berjuang". Pemikiran itu pun dijawab dengan kemenangan Indonesia atas Vietnam 2-1 di Pakansari. Hasil ini membuat Indonesia cukup meraih hasil seri untuk melaju ke final. Dan pada leg kedua di My Dinh Stadium, Hanoi, Vietnam, Indonesia meraih hasil seri 2-2 setelah sempat ketinggalan dan berhak melaju ke final. Benar-benar mimpi di siang bolong, bukan? Pendukung mulai berkhayal, mulai menghubungkan Indonesia dengan Leicester City yang berhasil meraih juara Liga Inggris, yang sebelumnya tidak dijagokan. Dihubungkan juga dengan Portugal yang meraih Piala Eropa 2016. Memang kondisi Leicester dan Portugal berada di posisi tidak diunggulkan, sama seperti Indonesia yang tidak diunggulkan tapi mencapai final. Ekspektasi melambung terhadap pencapaian ini.

      Laga final berhadapan dengan Thailand. Misi balas dendam dilancarkan untuk membalas kekalahan di laga pertama. Misi pun tercapai, dan meninggikan ekspektasi yang sudah melambung. Indonesia mengalahkan Thailand 2-1 di Pakansari. Hanya dengan hasil seri, Indonesia bisa membawa gelar pertama mereka sepanjang sejarah sepakbola Indonesia. Euforia dan semangat dan ekspektasi sudah sangat tinggi dan yakin seyakin yakinnya Indonesia akan menjadi juara berdasarkan fakta yang telah disebutkan. Harapan sudah memuncak tinggi. Tapi, mimpi memang berbeda dengan kenyataan. Indonesia kalah di leg kedua yang diwarnai juga dengan kartu merah Abduh Lestaluhu di penghujung laga. Harapan pupus. Sakit hati tak bisa terbendung, Sakit tapi tidak berdarah. Cinta bertepuk sebelah tangan dan segala kiasan dan frasa tentang kekalahan Indonsia tersebut dialamatkan.
     Memang sakit, saya sebagai pendukung juga sakit hati. Tapi itu bukan salah para pemain kita. Bukan hujatan yang layak dikirimkan kepada mereka. Bukan caci maki akan permainan yang ditampilkan yang layak untuk diberikan kepada mereka. Bukan juga amarah yang dilampiaskan kepada Abduh karena kecerobohannya. Seharusnya, rasa terima kasih dan tepuk tangan yang keras yang pantas untuk diberikan, bahkan lebih dari itu. Pencapaian ke final dengan segala keterbatasan dalam persiapan dan baru lepasnya dari sanksi akan tercatat dalam sejarah pegelaran AFF Suzuki Cup disamping pencapaian Thailand dalam meraih gelar mereka yang menahbiskan diri sebagai peraih gelar terbanyak.
      Dilihat dari berbagai aspek, memang Indonesia belum saatnya untuk jadi juara. Terlalu dini untuk Indonesia menjadi juara dengan persiapan yang seperti disampaikan sebelumnya. Tidak seperti Thailand yang telah mempersiapkan dirinya jauh-jauh hari, mulai dari perbaikan di liga hingga pengembangan pemain muda. Akan sangat bijaksana dan lebih pantas memang jika Thailand yang menjadi juara dan sepertinya memang takdir tahu mana yang telah berusaha lebih keras. Bukan mau merendahkan persiapan Indonesia. Jika memang Indonesia saat itu juara, bukan tidak mungkin Indonesia hanya mempersiapkan segala sesuatu serba instan, serba gampangan tanpa adanya pembenahan dan pengembangan. Segala aparatur pengembangan akan berpikir "persiapan minim saja kita bisa juara". Maka semua akan mempersiapkan sesuatu dengan gampangnya dan tidak pernah berpikir jauh mengenai pengembangan yang lebih baik. Infrastrukstur akan dibuat serampangan, pemain muda tidak akan dikembangkan dan liga akan kembali menjadi seperti yang ada. Sebagai sesama orang Indonesia, kita sudah pasti tahu sifat dan sikap dari sesama bangsa kita, yang dimana akan cepat puas jika berhasil meraih sesuatu dan tidak pernah mau berusaha lebih lagi. Itu yang ada di pikiran saya mengenai gagalnya meraih juara.
     Terima kasih, terima kasih, terima kasih. Hanya itu yang bisa kita berikan kepada para pemain yang telah berjuang sekuat tenaga untuk menjawab segala ekspektasi rakyat. Hanya itu yang bisa kita berikan sebagai balasan kepada mereka yang lebih merasakan sakit hati daripada kita yang cuma menonton. Penghargaan yang tinggi layak diberikan kepada mereka, pejuang lapangan hijau kita. Jangan kita menghakimi mereka, jangan kita menyalahkan pelatih. Carilah kambing hitam anda sendiri yang pantas untuk disalahkan, jika memang hasrat untuk memaki kita sudah tidak terbendung. Untuk saat ini, biarkan mereka sendiri dan kita tatap ajang lainnya untuk membalas kesedihan kita.

TERIMA KASIH TIM NASIONAL SEPAKBOLA INDONESIA. KALIAN JUARA DI HATI KAMI.
TERIMA KASIH


Komentar